Bila Suatu Bangsa Sudah Meremehkan Perzinaan
H Risdianto - suaraPembaca Detik.com
Jakarta - Pada satu pertemuan muhadhrah dengan DR Abdul Badi' saya mendengar dari beliau bahwa: salah satu hikmah dari mesti ada empat orang saksi dari pelaku sebuah perzinaan dengan menyaksikan langsung baru hukuman dera atau rajam diberlakukan adalah, seolah-olah Allah tidak menginginkan peristiwa bejat itu tersebar beritanya.
Bisa dibayangkan hampir suatu hal mustahil bila dua orang melakukan zina bisa dipergoki oleh empat orang laki-laki. Dan, keempat orang itu melihat sebagaimana masuknya sebatang pena ke dalam botol tinta. Hal ini baru bisa terjadi bila orang melakukan zina di alam terbuka dan mudah disaksikan orang.
Oleh karena itu tidak pernah kita temukan dalam sejarah para sahabat seorang pun didera atau dirajam karena kepergok lagi berzina. Ada pun peristiwa Maiz dan perempuan Ghamidiyah itu bukan berdasarkan kesaksian tetapi pengakuan mereka sendiri dengan tulus supaya mereka dibersihkan dari dosa.
Dengan sulitnya membuktikan perbuatan itu ditambah dengan hukuman yang berat bagi penuduh tanpa ada empat orang saksi, sekali pun si penuduh betul-betul menyaksikan, maka semakin kecil perbuatan hina ini tersebar beritanya di tengah masyarakat. Sekarang muncul pertanyaan apa bahayanya bila berita perzinaan tersebar di tengah masyarakat?
Bahayanya sangat jelas. Bila satu kasus perzinaan terjadi kemudian beritanya tersebar akan merusak tatanan masyarakat. Mulai dari keluarga pelaku sampai masyarakatnya akan tercemar nama baiknya. Selanjutnya bila berita busuk itu sering terjadi maka orang akan memandang enteng perbuatan dosa besar ini. Bisa dibayangkan bila suatu bangsa sudah meremehkan perzinaan maka jangan heran kalau zina tersebar di mana-mana dengan luar biasa.
Sekarang bagaimana kalau berita perzinaan itu sudah disiarkan di media masa dan televisi. Pasti orang akan semakin menganggap enteng perbuatan itu. Sungguh luar biasa lagi bila perbuatan yang sangat pribadi dan rahasia itu sendiri yang sudah dilakukan terang-terangan. Bahkan, disebarkan gambar dan videonya. Disa diakses oleh siapa pun. Apa jadinya masyarakat kalau sudah begini keadaannya.
Dulu waktu saya masih SD di sekolah ada razia, yang dirazia itu adalah kartu remi. Sewaktu saya di Tsanawiyah dan Aliyah semakin meningkat yang dirazia itu adalah kondom dan gambar porno. Hari ini maju selangkah lagi yang dirazia adalah HP, flash, CD, dan laptop. Apa kira-kira file yang terdapat di dalamnya?
Selanjutnya amat miris bila mendengar info intertainmen di negeri kita. Retting berita bejat ini sangat tinggi. Setiap hari ada kasus perselingkuhan para artis yang disuguhkan kepada masyarakat. Seolah-olah perbuatan ini tidak dianggap bejat lagi. Sudah biasa saja. Tidak memalukan lagi. Ibarat kata orang kampung saya: habis gatal karena digaruk, habis geli karena digelitik.
Bila kita membaca tanda-tanda zaman yang diberitakan oleh Rasulullah apakah kita sudah sampai kepada masa terjelek yang diramalkan Rasul. Pada waktu hari kiamat sudah semakin dekat. Di masa itu perbuatan zina sudah dianggap biasa saja. Manusia tidak ada bedanya dengan binatang. Ungkapan paling mulia di waktu itu adalah: jangan lakukan zina terang-terangan.
Saya semakin sedih dan takut ketika memandang anak saya yang masih kecil. Betapa beratnya masa yang akan dia tempuh nanti. Saat ini saja sudah begitu bejatnya kehidupan bagaimana dengan 20-40 tahun yang akan datang. Apa kira-kira yang akan terjadi. Saya hanya mampu berdoa sebanyak-banyaknya agar saya dan anak keturunan saya dilindungi oleh Allah dari kehidupan hina dan bejat ini. Di samping berusaha memberikan pendidikan terbaik untuknya semampu saya.
Tulisan yang acak adul ini adalah ungkapan kegundahan membaca berita negeri kita.
H Risdianto
Kabupaten Agam Bukittinggi
risdianto2107@yahoo.com
075233337
Bila Suatu Bangsa Sudah Meremehkan Perzinaan
Diposting oleh Welly Agung Kusuma Riva, S.Kom. di 22.05Label: Umum
Senin, 21/06/2010 09:17 WIB
Pelajaran dari Fenomena Visum (Video Mesum)
Dodi Reza Alex Noerdin - detikNews
Jakarta - Visum adalah istilah yang dilontarkan komedian Butet Kertaredjasa dalam parodi politik di salah satu televisi swasta nasional. Visum merupakan akroniom dari video mesum. Sudah beberapa hari ini, visum telah menyesaki jagat informasi di Tanah Air. Kabarnya, jutaan orang sudah mengunggah (men-download) visum ini. Rupanya, semakin disanggah, semakin banyak yang mengunggah.
Untuk sebagian kalangan, visum menjadi “hiburan” di tengah hiruk-pikuk Piala Dunia yang entah sampai kapan tim Indonesia hanya bisa bermimpi untuk ikut berlaga. Mengapa “hiburan” karena di tengah kerinduan tim PSSI bisa berkiprah di panggung internasional, visum yang diperankan oleh tiga orang yang diduga artis Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari sudah bertengger di media-media internasional semacam New York Times, The Washington Post online, Associated Press, dan beberapa yang lain.
Siapa pun yang menempuh perjalanan dari New York, Amerika Serikat, melewati Belfast di Irlandia hingga ke Pretoria, salah satu kota tempat laga Piala Dunia di Afrika Selatan, bisa menikmati berita visum versi artis Indonesia. Popularitas visum kita tak kalah populer dengan visum yang diperankan musisi kenamaan Amerika Ray J dengan bintang reality show Kim Kardashian.
Visum ini benar-benar menyedot perhatian publik, dari pedagang kaki lima hingga penghuni Istana Negara. Fenomena macam apa ini? Ada banyak penjelasan. Pertama, karena visum merupakan bentuk patologi sosial yang paling dilarang oleh agama (termasuk kategori dosa besar) tapi amat diminati oleh para pemeluknya. Merupakan salah satu watak anomali manusia, karena manusia memiliki rasa ingin tahu paling besar di antara makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Semakin dilarang akan semakin mengundang rasa ingin tahu manusia. Semakin dilarang akan semakin mengundang perhatian.
Maka bisa dipahami jika semakin pemerintah melarang peredaran buku atau film maka akan semakin banyak orang yang memburunya. Apalagi dari sekian banyak hal yang dilarang agama seperti menyekutukan Tuhan, membunuh, bunuh diri, merampok, durhaka kepada kedua orang tua, menyampaikan sumpah palsu, berjudi, berzina, dan lain-lain, yang dirasakan paling nikmat adalah berzina. Visum yang menghebohkan saat ini merupakan bentuk perzinaan.
Kedua, pihak-pihak yang menjadi pelaku visum diduga merupakan artis terkenal yang memiliki banyak idola. Di negeri ini fenomena beredarnya visum bukan hal baru. Yang paling banyak beredar melibatkan (pelaku) para pelajar dan mahasiswa. Belakangan, ada beberapa politisi dan pejabat publik yang “iseng” memvideokan perbuatan mesumnya. Dari sekian banyak kasus serupa, yang diduga melibatkan Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari merupakan visum yang paling menghebohkan. Selain menjadi idola, para pesohor tersebut sesungguhnya memiliki image yang baik di tengah-tengah publik.
Ketiga, ada dugaan, berita visum sengaja dibesar-besarkan oleh “pihak-pihak tertentu” yang bertujuan untuk menenggelamkan (mengalihkan) isu skandal Bank Century yang melibatkan para pejabat tinggi negara. Banyak kalangan bertanya-tanya, mengapa untuk urusan visum yang sangat sumir para pejabat eksekutif seperti Kapolri, Menkominfo, bahkan Presiden SBY ikut pula menanggapi.
Sejumlah Pelajaran
Pelajaran apakah yang bisa kita petik dari fenomena visum ini? Yang Pertama, ternyata kita belum bisa memilah mana persoalan yang dianggap penting dan mana yang tidak. Media-media, terutama infotaiment, sangat sibuk memberitakan kasus visum. Betul bahwa berita visum menarik, tapi pelajaran apa yang bisa dipetik oleh publik, terutama bagi remaja dan anak-anak selain membuka peluang untuk menirukan adegan yang ada dalam visum tersebut. Bagi remaja dan anak-anak dampaknya bahkan sangat negatif.
Kedua, ternyata bangsa kita lebih mesum dibandingkan dengan bangsa lain. Di AS kita sulit mendapatkan visum yang dibintangi selebriti papan atas. Video-video dengan rate xxx yang dibintangi Nicole Kidman, Megan Fox, Angelina Jolie, Kate Winslet, Paris Hilton atau bahkan Madonna, misalnya, kalau pun ada, hanyalah potongan-potongan pendek dari full-scene film-film romantis kategori dewasa. Tampilannya tak sevulgar visum yang melibatkan artis-artis kita. Kasus perselingkuhan bintang golf Tiger Woods dengan pacar-pacar gelapnya, juga Bill Clinton dengan staf Gedung Putih, hanya menghebohkan di berita, tak pernah ada fotonya, apalagi videonya.
Ketiga, beredarnya visum telah membuka kedok kemunafikan kita yang katanya begitu taat agama, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, dan sudah memiliki Undang Undang Antipornografi. Apa boleh buat, ternyata kita tidak lebih jujur dan munafik daripada orang-orang Barat yang kerap kita tuduh tak punya malu.
Kita sebut mereka tak punya malu, padahal bisa jadi karena mereka lebih jujur. Mereka tak mengingkari seks pra-nikah, bahkan di antara mereka ada yang membolehkan aborsi dan hubungan sesama jenis. Kita tuduh mereka bermoral dekaden, padahal kalau mau jujur mungkin perilaku serupa juga kita lakukan. Buktinya, baru-baru ini, Komnas Perlindungan Anak melansir hasil penelitian yang mencengangkan, 62,7 persen siswa SMP ternyata sudah tidak perawan alias biasa berhubungan seks, dan 21% siswa SMU pernah melakukan aborsi!
Rasanya masuk akal jika belakangan ini banyak beredar visum yang pelakunya anak-anak seusia SMP atau SMU. Padahal di SMP maupun SMU mereka belajar agama, terbiasa menyebut-nyebut nama Allah dan tentu berlagak seperti masih perawan atau perjaka dalam ucapan dan tindakan-tindakan mereka sehari-hari.
Pelajaran Kejujuran
Mencermati fenomena visum dengan sejumlah pelajaran yang bisa kita petik, kiranya perlu dilakukan gerakan moral bersama yang melibatkan semua komponen anak bangsa. Di antara muatan dari gerakan ini adalah perlunya ditanamkan pendidikan kejujuran terutama bagi anak-anak didik. Bagaimana caranya? Diperlukan tulisan khusus yang membahas masalah ini. Yang pasti, keteladanan para pemimpin, juga orang tua, merupakan keniscayaan untuk menanamkan kejujuran pada anak-anak kita.
Dalam soal hukuman, siapa pun yang terbukti melakukan tindakan asusila, tak perlu dihukum penjara, cukup diberi sanksi moral, misalnya dengan diberi gelang dengan ciri atau tulisan sesuai tindakan asusila yang telah ia lakukan. Gelang itu harus dikenakan di mana pun dan kemana pun ia pergi.
Hukuman semacam itu pernah diberikan hakim Wilayah Beverly Hills pada bintang Hollywood Lindsay Lohan. Akibat tertangkap tangan mengemudikan kendaraan di bawah pengaruh alkohol, bintang film “Mean Girls” itu diharuskan mengenakan gelang pemantau kadar narkoba, ke mana pun ia pergi. Tentu akan menjadi pelajaran kejujuran yang mengesankan bila pelaku visum yang terbukti secara hukum, diwajibkan mengenakan gelang bertuliskan “aku bersalah karena telah membintangi video mesum”. Tidak percaya? Buktikan saja.
Dodi Reza Alex Noerdin
Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar
Label: Umum