Biografi Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi`i Imam Ahlus Sunnah
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i”.
NASAB BELIAU
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syaafi’ bin As-Saai’b bin ‘Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al- Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada Abdu Manaf, sedangkan Al-Muththalib adalah saudaranya Hasyim (bapaknya Abdul Muththalib).
TAHUN DAN TEMPAT KELAHIRAN
Beliau dilahirkan di desa Gaza, masuk kota ‘Asqolan pada tahun 150 H. Saat beliau dilahirkan ke dunia oleh ibunya yang tercinta, bapaknya tidak sempat membuainya, karena ajal Allah telah mendahuluinya dalam usia yang masih muda. Lalu setelah berumur dua tahun, paman dan ibunya membawa pindah ke kota kelahiran nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, Makkah Al Mukaramah.
PERTUMBUHANNYA
Beliau tumbuh dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai sasaran dan hanya satu yang meleset.
Setelah itu beliau mempelajari tata bahasa arab dan sya’ir sampai beliau memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin dan Imam atas orang-orang
KECERDASANNYA
Kecerdasan adalah anugerah dan karunia Allah yang diberikan kepada hambanya sebagai nikmat yang sangat besar. Di antara hal-hal yang menunjukkan kecerdasannya:
1. Kemampuannya menghafal Al-Qur’an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun.
2. Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.
3. Rekomendasi para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang mengatakan bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari Imam Asy-Syafi`i.
4. Beliau diberi wewenang berfatawa pada umur 15 tahun.
Muslim bin Khalid Az-Zanji berkata kepada Imam Asy-Syafi`i: “Berfatwalah wahai Abu Abdillah, sungguh demi Allah sekarang engkau telah berhak untuk berfatwa.”
MENUTUT ILMU
Beliau mengatakan tentang menuntut ilmu, “Menuntut ilmu lebih afdhal dari shalat sunnah.” Dan yang beliau dahulukan dalam belajar setelah hafal Al-Qur’an adalah membaca hadits. Beliau mengatakan, “Membaca hadits lebih baik dari pada shalat sunnah.” Karena itu, setelah hafal Al-Qur’an beliau belajar kitab hadits karya Imam Malik bin Anas kepada pengarangnya langsung pada usia yang masih belia.
GURU-GURU BELIAU
Beliau mengawali mengambil ilmu dari ulama-ulama yang berada di negerinya, di antara mereka adalah:
1. Muslim bin Khalid Az-Zanji mufti Makkah
2. Muhammad bin Syafi’ paman beliau sendiri
3. Abbas kakeknya Imam Asy-Syafi`i
4. Sufyan bin Uyainah
5. Fudhail bin Iyadl, serta beberapa ulama yang lain.
Demikian juga beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:
1. Malik bin Anas
2. Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany
3.Abdul Aziz Ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Ismail bin Ja’far dan Ibrahim bin Sa’ad serta para ulama yang berada pada tingkatannya
Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya;
1.Mutharrif bin Mazin
2.Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, dan sejumlah ulama lainnya.
Dan di Baghdad beliau mengambil ilmu dari:
1.Muhammad bin Al Hasan, ulamanya bangsa Irak, beliau bermulazamah bersama ulama tersebut, dan mengambil darinya ilmu yang banyak.
2.Ismail bin Ulayah.
3.Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.
MURID-MURID BELIAU
Beliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:
1. Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
3. Ishaq bin Rahawaih,
4. Harmalah bin Yahya
5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.
KARYA BELIAU
Beliau mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliau menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliau menulis kitab Jima’ul Ilmi.
PUJIAN ULAMA PARA ULAMA KEPADA BELIAU
Benarlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah meski dengan dibenci manusia, maka Allah akan ridha dan akhirnya manusia juga akan ridha kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi 2419 dan dishashihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 6097).
Begitulah keadaan para Imam Ahlus Sunnah, mereka menapaki kehidupan ini dengan menempatkan ridha Allah di hadapan mata mereka, meski harus dibenci oleh manusia. Namun keridhaan Allah akan mendatangkan berkah dan manfaat yang banyak. Imam Asy-Syafi`i yang berjalan dengan lurus di jalan-Nya, menuai pujian dan sanjungan dari orang-orang yang utama. Karena keutamaan hanyalah diketahui oleh orang-orang yang punya keutamaan pula.
Qutaibah bin Sa`id berkata: “Asy-Syafi`i adalah seorang Imam.” Beliau juga berkata, “Imam Ats-Tsauri wafat maka hilanglah wara’, Imam Asy-Syafi`i wafat maka matilah Sunnah dan apa bila Imam Ahmad bin Hambal wafat maka nampaklah kebid`ahan.”
Imam Asy-Syafi`i berkata, “Aku di Baghdad dijuluki sebagai Nashirus Sunnah (pembela Sunnah Rasulullah).”
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Asy-Syafi`i adalah manusia yang paling fasih di zamannya.”
Ishaq bin Rahawaih berkata, “Tidak ada seorangpun yang berbicara dengan pendapatnya -kemudian beliau menyebutkan Ats-Tsauri, Al-Auzai, Malik, dan Abu Hanifah,- melainkan Imam Asy-Syafi`i adalah yang paling besar ittiba`nya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, dan paling sedikit kesalahannya.”
Abu Daud As-Sijistani berkata, “Aku tidak mengetahui pada Asy-Syafi`i satu ucapanpun yang salah.”
Ibrahim bin Abdul Thalib Al-Hafidz berkata, “Aku bertanya kepada Abu Qudamah As-Sarkhasi tentang Asy-Syafi`i, Ahmad, Abu Ubaid, dan Ibnu Ruhawaih. Maka ia berkata, “Asy-Syafi`i adalah yang paling faqih di antara mereka.”
PRINSIP AQIDAH BELIAU
Imam Asy-Syafi`i termasuk Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau jauh dari pemahaman Asy’ariyyah dan Maturidiyyah yang menyimpang dalam aqidah, khususnya dalam masalah aqidah yang berkaitan dengan Asma dan Shifat Allah subahanahu wa Ta’ala.
Beliau tidak meyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk, juga tidak menyepadankan, tidak menghilangkannya dan juga tidak mentakwilnya. Tapi beliau mengatakan dalam masalah ini, bahwa Allah memiliki nama dan sifat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada umatnya. Tidak boleh bagi seorang pun untuk menolaknya, karena Al-Qur’an telah turun dengannya (nama dan sifat Allah) dan juga telah ada riwayat yang shahih tentang hal itu. Jika ada yang menyelisihi demikian setelah tegaknya hujjah padanya maka dia kafir. Adapun jika belum tegak hujjah, maka dia dimaafkan dengan bodohnya. Karena ilmu tentang Asma dan Sifat Allah tidak dapat digapai dengan akal, teori dan pikiran. “Kami menetapkan sifat-sifat Allah dan kami meniadakan penyerupaan darinya sebagaimana Allah meniadakan dari diri-Nya. Allah berfirman,
“Tidak ada yang menyerupaiNya sesuatu pun, dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Dalam masalah Al-Qur’an, beliau Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an adalah kalamulah, barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.”
PRINSIP DALAM FIQIH
Beliau berkata, “Semua perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”
Beliau berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi shalallahu a’laihi wassalam maka itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”
Beliau mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”
SIKAP IMAM ASY-SYAFI`I TERHADAP AHLUL BID’AH
Muhammad bin Daud berkata, “Pada masa Imam Asy-Syafi`i, tidak pernah terdengar sedikitpun beliau bicara tentang hawa, tidak juga dinisbatkan kepadanya dan tidakdikenal darinya, bahkan beliau benci kepada Ahlil Kalam dan Ahlil Bid’ah.”
Beliau bicara tentang Ahlil Bid’ah, seorang tokoh Jahmiyah, Ibrahim bin ‘Ulayyah, “Sesungguhnya Ibrahim bin ‘Ulayyah sesat.”
Imam Asy-Syafi`i juga mengatakan, “Menurutku, hukuman ahlil kalam dipukul dengan pelepah pohon kurma dan ditarik dengan unta lalu diarak keliling kampung seraya diteriaki, “Ini balasan orang yang meninggalkan kitab dan sunnah, dan beralih kepada ilmu kalam.”
PESAN IMAM ASY-SYAFI`I
“Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak benarnya.”
WAFAT BELIAU
Beliau wafat pada hari Kamis di awal bulan Sya’ban tahun 204 H dan umur beliau sekita 54 tahun (Siyar 10/76). Meski Allah memberi masa hidup beliau di dunia 54 tahun, menurut anggapan manusia, umur yang demikian termasuk masih muda. Walau demikian, keberkahan dan manfaatnya dirasakan kaum muslimin di seantero belahan dunia, hingga para ulama mengatakan, “Imam Asy-Syafi`i diberi umur pendek, namun Allah menggabungkan kecerdasannya dengan umurnya yang pendek.”
KATA-KATA HIKMAH IMAM ASY-SYAFI`I
“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah tujuan yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari (omongan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu”.
Sumber: Majalah As-Salaam
Posted by aji at 11:22 PM
Labels: biografi
Label: Biografi
Biografi Tokoh Pemikiran Di Dunia Islam
Pengarang : Dr.Didin Saefudin, M.A
Ringkasan oleh : KhoirulUmamSonhadji
Diterbitkan di: Juli 24, 2007
Biografi Tokoh Pemikiran di Dunia Islam
Judul Buku : Pemikiran Modern dan Postmodern Islam : Biografi Intelektual 17 Tokoh
Penulis : Dr. Didin Saefudin, M. A
Penerbit : PT. Grasindo, 2003
Tebal : v + 244 halaman
***
SETIAP
agama-agama yang ada di dunia, baik itu monoteis maupun politeis, atau
agama samawi dan ardhi, tentu mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri
dalam menapaki perjalanan panjang menyebarkan ajaran agama kepada
umatnya di dunia.
Begitu juga
dengan Islam, sebagai agama monoteis yang terakhir dan dipercaya
umatnya sebagai agama rahmatan lil a’lamiin, telah berjalin berkelindan
dengan suatu konstruksi kebudayaan dan pemikiran di setiap zaman yang
telah dilaluinya. Di mana dalam setiap zamannya telah melahirkan
berbagai macam aliran pemikiran yang terkesan-secara selintas
-mereduksi makna Islam itu sendiri. Pemikiran yang telah mewarnai
segala macam ranah islami dalam setiap konteksnya. Tentunya mempunyai
implikasi yang besar bagi perilaku kehidupan dan pola pikir umatnya.
Kita tentu sudah
mengetahui secara mendalam bagaimana zaman kebaruan Islam dimulai.
Atau, masa-masa pembaruan Islam, yang pengaruhnya tidak hanya berlaku
dan menjadi mainstream dalam suatu wilayah di dunia Islam secara lokal.
Akan tetapi, ia pun berlaku hingga ke luar wilayah-baik di dunia Islam
maupun di luar dunia Islam-di mana terdapat suatu arus pemikiran yang
telah berkembang.
Dengan tujuannya
yang hanya ingin menambah sumber kepustakaan pada mata kuliah
Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (PPMDI) di jurusan Sejarah
Peradaban Islam UIN Jakarta, yang dirasakan masih sangat minim, Didin
Saefudin dengan kemampuan intelektualnya yang maksimal dan sebagai
seorang yang mempunyai otoritas dalam studi Islam Timur Tengah, buku
ini hadir di hadapan pembaca, khususnya para mahasiswa yang bergelut
dan mengkaji pemikiran modern di dunia Islam.
Dalam buku ini
ditampilkan 17 tokoh Islam modern dan postmodern yang mempunyai zaman
keemasannya masing-masing. Di dalamnya juga diuraikan mengapa dunia
Islam bisa memunculkan pemikiran-pemikiran modern yang biasanya bukan
dari mainstream Islam, melainkan dari Barat, khususnya ketika dunia
Arab mengalami masa kebangkitan setelah sekian lama mendekam dalam
kemandegan.
Memang dalam
Islam, khususnya dalam teks-teks kitab suci Al Quran dan tentunya As
Sunnah, terdapat berbagai jenis interpretasi. Ada teks-teks yang tidak
dapat ditafsirkan secara mutlak kontekstual. Akan tetapi, juga ada yang
dapat ditafsirkan secara kontekstual, namun ayat-ayat itu hanyalah
ayat-ayat yang bersifat muamalah sebab ayat-ayat yang bersifat ubudiyah
harus diambil apa adanya (taken for granted). (hlm1)
Dengan begitu,
jelaslah bahwa Islam memang agama yang memiliki watak shalih li kulli
zamanin wa makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat). Ia juga
universal, artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, keadaan dan
waktu. Dari ketujuh belas tokoh pemikiran modern dan postmodern itu
diuraikan dengan pendekatan biografi intelektual dan diuraikan satu
demi satu tokoh-tokoh pemikiran tersebut. Serta dielaborasi pula
perjalanan hidup dan pergulatannya dalam wacana pemikiran modern,
walaupun mungkin hanya terbatas. (hlm 7)
Lebih dari itu,
buku ini juga tidak hanya mengungkap tokoh-tokoh pemikiran yang ada
dunia Arab saja dan tidak hanya menguraikan tokoh-tokoh yang hidup di
sekitar abad ke-19 saja. Buku ini juga memasukkan para tokoh di luar
dunia Arab dan para tokoh yang lahir pada abad 20. Di antara
tokoh-tokoh tersebut (di luar arab dan lahir abad dua puluh) adalah
Nurcholish Madjid dan Muhammad Natsir dari Indonesia; Ali Syariati,
Sayyid Hossein Nasr (sekarang tinggal di Amerika Serikat) dan Ayatullah
Khomaeni dari Iran; Ismail al-Faruqi dari Palestina; Hasan Hanafi dari
Mesir dan lain sebagainya.
Meski demikian,
secara garis besar dari ketujuh belas tokoh tersebut, buku ini membagi
kategori pemikiran mereka ke dalam tiga kelompok pemikiran. Pertama,
mereka mencoba untuk menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri
dari ikatan-ikatan nas. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Muhammad
Iqbal, Sayyid Ameer Ali, Taha Husein, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun,
Hasan Hanafi, dan Nurcholish Madjid. Kelompok pertama ini
direpresentasikan para cendekia. Kedua, mereka mengaplikasikan
ayat-ayat Al Quran secara konsepsional dalam kehidupan keumatan. Hal
ini dapat dilihat dari Jamaluddi al-Afghani, Muhamad Abduh, Sayyed
Hossein Nasr, Ali Syariati, dan Ismail al-Faruqi. Kelompok ini
direpresentasikan kalangan para pemikir aktivis. Adapun ketiga, mereka
mencoba menerapkan pesan-pesan ayat Al Quran secara ideologis dalam
konteks zamannya, hal seperti itu terlihat pada Abul A’la al-Maududi,
Sayyid Quthb, Ayatullah Khomaeni, dan Muhammad Natsir. Kelompok ketiga
ini diwakili kalangan pemikir praksis. Kemudian lebih lanjut dari
ketiga kelompok pemikiran di atas, dilihat dari aras pemikirannya,
kelompok pertama dapat dimasukkan ke dalam pemikiran liberal, kedua
pemikiran konsepsional dan ketiga pemikiran ideologis. (hlm 3)
Terlepas dari
berbagai jenis pengategorian yang diuraikan dalam buku ini, walaupun
dalam pendahuluannya telah dinyatakan bahwa sekalipun hanya ketujuh
belas biografi tokoh pemikiran pembaruan Islam ini saja yang
ditampilkan, namun bukan berarti ia (penulis buku ini) menafikan
pemikir muslim yang lain yang mungkin lebih layak untuk ditampilkan.
Akan tetapi, bila melihat dari ketujuh belas tokoh yang ditampilkan di
sini terkesan bahwa penulis buku ini hanya ingin menampilkan
tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar dalam arus dan wacana
pemikiran. Bahkan, seperti tokoh-tokoh Sayyid Quthb dan Abul A’la
Al-Maududi tidak hanya berkutat pada arus wacana, melainkan langsung
pada tataran praksis dan jelas pengaruh mereka sangat besar sekali dan
begitu pula yang lainnya. Kemudian mengapa tokoh seperti Muhammed
al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd atau mungkin Bassam Tibi tidak
ditampilkan? Padahal, tokoh-tokoh tersebut juga mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan dalam wacana pemikiran Islam.
Lebih dari itu,
dalam pengategorisasian terhadap tokoh-tokoh di atas yang diberikan
dalam buku ini, bila dilihat dalam konteks kekinian, bisa jadi sudah
mengalami pergeseran. Itu bisa terlihat pada kasus Nurcholish
Madjid-yang sering biasa disapa Cak Nur-di mana banyak yang mengatakan
bahwa Cak Nur bukanlah tokoh pemikir liberal, melainkan ia lebih kepada
Neo Tradisionalisme.
Namun, biarpun
begitu, buku ini setidaknya dapat kembali menyegarkan perdebatan di
sekitar arus wacana pemikiran Islam yang selama ini mungkin bisa
dikatakan sudah mengalami kebekuan. Apalagi untuk kasus di Indonesia
tampaknya belum memunculkan tokoh- tokoh pemikiran sebagaimana yang
diuraikan dalam buku ini. Atau, belum lagi ada sosok-sosok sekaliber
Cak Nur, bahkan mungkin melebihi Cak Nur.
Label: Biografi
Crimes Against Humanity & The Planet..Who's Next ??
Diposting oleh Welly Agung Kusuma Riva, S.Kom. di 02.15Label: Umum
Yeah...I Found a Thousand 'The Best Moslem' here !
___
!_!~!
V (^_^)' V = Fitnah harta, wanita, tahta tiada tara.
* ZUhud, Ghodul Bashor, itsar obatnya.
Mukmin terbaik tersentak dan tertunduk.
Walau hanya semut yang menanduk.
___
!_!_!
> (-_-)' 0 = Tawasaubil haq bil shobr selaras seimbang.
* Pahitnya al Haq bersanding Shobr mengembang.
Mukmin terbaik ber-islah istighfar.
Terus Hadapi dajjal zaman tetap tegar.
___
!_!~!
# (-.^)' V = God Bless U, DOS and All.
*